Kumpulan Artikel | Seputar Informasi | Media Terkini | Tips dan Trik

Minggu, 10 Maret 2013

Praktek Hukum Acara Pidana

| Minggu, 10 Maret 2013
A. Prosedur Panggilan Dalam KUHAP.
1. Surat Panggilan
Untuk melakukan pemeriksaan dalam tindak pidana, penyidik dan penyidik pembantu mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap :
  1. Tersangka, yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti permulaaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
  2. Saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa;
  3. Pemanggilan seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang sesuatu perkara pidana yang sedang diperiksa.
Agar panggilan yang dilakukan oleh setiap aparat penegak hukum dapat dianggap sah dan sempurna, maka harus dipenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang. Dalam pemanggilan pada tingkat pemeriksaan di penyidikan diatur dalam pasal 112, 119 dan 227 KUHAP.

Adapun bentuk dan cara pemangggilan, yaitu :
A. Bentuk panggilan berbentuk “surat panggilan”, yang memuat antara lain :
  1. Alasan pemanggilan, dalam hal ini haruslah tegas dijelaskan status orang yang dipanggil apakah sebagai tersangka atau saksi, agar memberikan kepastian hukum dan kejelasan bagi orang yang dipanggil;
  2. Surat panggilan ditanda tangani pejabat penyidik (pasal 112 ayat 1)
B. Pemanggilan memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak, dengan jalan:
  1. Memperhatikan tenggang waktu antara tanggal hari diterimanya surat panggilan dengan hari tanggal orang yang dipanggil tersebut menghadap (pasal 112 ayat 1)
  2. Atau surat panggilan harus disampaikan selambat-lambatnya tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yan ditentukan dalam surat panggilan; (penjelasan pasal 152 ayat 2 dan pasal 227 ayat 1 KUHAP).
Bila tenggang waktu tidak terpenuhi pasal 227 ayat 1 KUHAP maka panggilan tidak memenuhi syarat untuk dianggap sah. Sehingga orang yang dipanggil dapat memilih apakah akan tetap hadir memenuhi panggilan ataukah tidak akan hadir.

Akan tetapi dalam Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No.M.14-PW.07.03/1983 angka 18, telah memberi penegasan tenggang waktu diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dan tidak dianalogikan sesuai dengan penjelasan pasal 152 ayat 2. Sehingga pemanggilan dapat disampaikan sehari sebelum diperiksa.

2. Tata Cara Pemanggilan
  1. Panggilan dilakukan langsung di tempat tinggal orang yang dipanggil. Tidak boleh melalui kantor pos atau dengan sarana lain, jika alamat tempat tinggal yang bersangkutan jelas diketahui.
  2. Atau kalau tempat tinggal tidak diketahui dengan pasti atau bila petugas tidak menjumpai di alamat tempat tinggalnya, pemanggilan disampaikan di tempat kediaman mereka yang terakhir (pasal 227 ayat 1).
  3. Pemanggilan dilakukan dengan jalan bertemu sendiri dengan orang yang dipanggil (in person). Panggilan tidak dapat dilakukan dengan perantara orang lain (pasal 227 ayat 1).
  4. Petugas yang menjalankan panggilan diwajibkan membuat catatan yang menerangkan panggilan telah disapaikan dan telah diterima langsung oleh yang bersangkutan (pasal 227 ayat 1).
  5. Kedua belah pihak membubuhkan tanggal dan tanda tangan mereka, bila yang dipanggil tidak bersedia tanda tangan maka petugas mencatat alasan yang dipanggil tersebut (pasal 227 ayat 2).
  6. Jika orang yang hendak dipanggil tidak dijumpai pada tempat tinggalnya maka petugas diperkenankan menyampaikan panggilan melalui kepala desa atau jika diluar negeri negeri melalui pejabat perwakilan RI tempat yang dipanggil biasa berdiam.
  7. Memenuhi panggilan adalah kewajiban hukum.
B. Bantuan Hukum.
Sebelum memulai pemeriksaan, penyidik “wajib” memberitahukan kepada tersangka tentang “haknya” untuk mendapatkan bantuan hukum atau tersangka wajib didampingi oleh penasehat hukumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP.

Dalam hal ini terdapat 2 (dua) sisi tampilnya penasehat hukum mendampingi seorang tersangka, yaitu :
  1. Bantuan hukum dari penasehat hukum benar-benar murni berdasarkan “hak” yang diberikan hukum kepadanya dengan syarat tersangka dianggap mampu mencari sendiri penasehat hukum, disamping itu juga tindak pidana tidak diancam dengan hukman mati atau hukuman 5 tahun keatas.
  2. Pemberian bantuan hukum, bukan semata-mata hak dari tersangka, akan tetapi sebagai “kewajiban” dari penyidik, dalam hal :
  • Tindak pidana yang diancamkan merupakan ancaman hukuman mati atau 15 tahun keatas.
  • Bagi mereka yang tidak mampu untuk mempunyai atau mendatangkan penasehat hukum, sedangkan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih.
Dalam praktek penegakan hukum berkaitan dengan kedudukan penasehat hukum maka :
  • Penyidik dalam melakukan pemeriksaan terhadap tersangka “dapat” membolehkan atau penasehat hukum untuk mengikuti jalannya pemeriksaan. Namun kalau penyidik tidak menyetujuinya atau “tidak membolehkannya” penasehat hukum tidak dapat memaksakan kehendaknya untuk mengikuti jalannya pemeriksaan.
  • Kedudukan dan kehadiran penasehat hukum mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan adalah “secara fasif”. Atau hanya sebagai penonton.
  • Kehadiran yang fasif yang boleh melihat dan mendengar jalannya pemeriksaan, hanya berlaku terhadap tersangka yang dituntut diluar kejahatan terhadap keamanan negara. Jika kejahatan terhadap keamanan negara maka kedudukan fasif penasehat hukum “dikurangi” semakin fasif.
Sebagai ilustrasi akan dikemukakan putusan Kasasi MARI No. 367 K/Pid/1998 tanggal 29 Mei 1998 sebagai berikut :
Bahwa La Noki Bin La Kede telah diajukan di persidangan dengan dakwaan melanggar pasal 340, 338 dan 351 (3) KUHP. Dalam tingkat Pengadilan Negeri La Noki dijatuhi hukuman selama 12 tahun penjara dan putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan tinggi. Akan tetapi pada tingkat kasasi ternyata La Noki Bin La Kede justru dinyatakan bebas demi hukum oleh MARI.

Adapun pertimbangan yang dikemukakan oleh Mahkamah Agung adalah bahwa ternyata selama dalam pemeriksaan terdakwa dalam tingkat penyidikan dan dalam tingkat penuntutan terdakwa tidak ditunjuk penasehat hukum untuk mendampinginya, sehingga bertentangan dengan ketentuan pasal 56 KUHAP, sehingga Berita Acara Pemeriksaan Penyidik dan Penuntut Umum dan oleh karena itu Penuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima, walaupun pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa didampingi oleh penasehat hukumnya.

Oleh karenanya Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi menyatakan tidak dapat diterima tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan membebaskan terdakwa dari semua penahanan.

C. Contoh Surat Kuasa Khusus
Dalam mendampingi tersangka diperiksa oleh penyidikan, maka kehadiran penasehat hukum untuk bertindak haruslah berdasarkan dengan terlebih dahulu adanya surat kuasa atau penunjukan dari tersangka dimaksud.
Dengan contoh sebagai berikut :
SURAT  KUASA  KHUSUS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama                                           : ..................................................................................
Tempat dan Tgl Lahir              : ..................................................................................
Pekerjaan                                  : ..................................................................................
Alamat                                        : ..................................................................................

Dengan ini memberikan kuasa kepada :


Nama                                          : ..................................................................................
Pekerjaan                                 : ..................................................................................
Alamat                                       : ..................................................................................

Khusus

Untuk memberikan bantuan hukum di dalam proses penyidikan kepada pemberi kuasa (tersangka) yang dipersangkakan telah melakukan tinda pidana .........................................................Sebagai dimaksud dalam pasal ……………………………… berdasarkan :

1. Laporan Polisi No. Pol : ……………………….. tgl ……………………………
2. ……………………………………………………………………………………
3. ……………………………………………………………………………………

Kuasa ini tidak diberikan hak kepada penerima kuasa untuk mengalihkannya kepada orang lain (tanpa hak substitusi), kecuali atas persetujuan pemberi kuasa dan/atau persetujuan penyidik/penyidik pembantu yang telah menunjuk penerima kuasa sebagai penasehat hukum berdasarkan surat penetapan penunjukan penasehat hukum No. Pol :……………………….. tgl …………………..



                                                                                                                                      …, …. 2013

Yang menerima kuasa,                                                                         Yang memberi kuasa/tersangka

                                                           Materai
                                                             6.000

( ………………… )                                                                                    ( ………………………… )
D. Berita Acara Pemeriksaan Saksi – Tersangka
Adapun cara pemeriksaan terhadap tersangka di muka penyidik, antara lain: 

1. Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dengan bentuk apapun juga. 

2. Penyidik pencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka. 
Keterangan tersangka tersebut selanjutnya : 
  • Di catat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik 
  • Setelah selesai, ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh bacakan sendiri berita acara pemeriksaan kepada tersangka, apakah dia telah menyetujui isinya atau tidak. Bila tidak harus memberitahukan bagian mana yang tidak setuju. 
  • Apabila tersangka telah menyetujui isi keterangan yang tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik masing-masing membubuhkan tanda tangan mereka dalam berita acara. 
  • Apabila tersangka tidak mau membubuhkan tanda tangannya dalam berita acara pemeriksaan, penyidik membaut catatan berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan yang menjelaskan kenapa tersangka tidak mau menanda tanganinya. 
3. Jika tersangka yang hendak diperiksa bertempat tinggal di luar daerah hukum penyidik yang akan melakukan pemeriksaan, penyidik yang bersangkutan dapat membebankan pemeriksaan kepada penyidik yang berwenang di daerah tempat tinggal terangka. (pasal 119

4. Tersangka yang tidak dapat hadir menghadap penyidik. Menurut pasal 113, pemeriksaan dilakukan dengan cara : 
  • Penyidik sendiri yang datang melakukan pemeriksaan ke tempat kediaman tersangka. 
  • Hal ini dimungkinkan apabila tersangka dengan alasan yang wajar dan patut tidak dapat datang ke tempat pemeriksaan yang ditentukan penyidik. 
Berita acara pemeriksaaan (BAP) penyidik pada umumnya memuat berbagai hasil tindakan penyidik yang masing-masing dituangkan dalam bentuk Berita Acara. Dalam berita acara tersebut harus jelas tercantum nama pejabat yang melakukan tindakan yang terkait yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatannya dan harus terdapat tanda tangan pejabat yang bersangkutan secara semua pihak yang terlibat dalam tindakan penyidik yang bersangkutan. 

Berita acara harus dibuat untuk setiap tindakan berikut ini dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang untuk itu, berupa : 
  1. Pemeriksaan tersangka 
  2. Penangkapan, penahanan 
  3. Penggeledahan, pemasukan rumah 
  4. Penyitaan benda 
  5. Pemeriksaan surat 
  6. Pemeriksaan saksi 
  7. Pemeriksaan di tempat kejadian 
  8. Pelaksanaan penetapan dan lain tindakan yang secara khusus ditentukan oleh undang-undang
Dalam pelaksanaan penggeledahan, pemasukan rumah dan penyitaan barang oleh penyidik maka sebelum dilaksanaakan harus terlebih dahulu mendapat izin dari pengadilan setempat kecuali dalam hal tertangkap tangan.

E. Pencabutan Keterangan BAP 
Dalam persidangan dipengadilan, suatu keterangan yang diberikan dalam BAP penyidikan dapat juga dicabut oleh terdakwa. 

Dalam hal ini yurisprudensi MARI No. 1651K/Pid/1989 tanggal 16 September 1992 menyatakan : keterangan terdakwa dalam BAP kepolisian yang kemudian ditarik kembali dalam suatu persidangan dengan alasan terdakwa telah dipaksa dan dipukuli oleh penyidik, dan alasan ini dibenarkan pula oleh saksi dan bukti baju yang bercak darah, maka penarikan keterangan yang demikian itu adalah syah karena didasari alasan yang logis sehingga keterangan terdakwa dalam BAP tidak mempunyai nilai pembuktian menurut KUHAP. 

Demikian juga dengan Yurisprudensi MARI No. 1174K/Pid/1994 tanggal 3 Mei 1995 : Penyidik melakukan penyidikan terhadap beberapa orang yang didakwa melakukan tindak pidana yan sama, hasil penyidikan dituangkan dalam BAP secara terpisah. Terdakwa dalam BAP I menjadi saksi dalam BAP II dan sebaliknya. Mereka bergantian menjadi terdakwa dan juga saksi satu sama lainnya (menjadi saksi mahkota). Dalam persidangan pengadilan para terdakwa dan para saksi mencabut semua keterangan dalam penyidikan. Pencabutan tersebut dapat diterima hakim karena ternyata ada tekanan phisik dan psikis. Secara yuridis pemecahan perkara bertujuan menjadikan terdakwa sebagai saksi mahkota terhadap terdakwa lainnya adalah bertentangan dengan hukum acara pidana yang berprinsip menjunjung tinggi HAM. 

Yurisprudensi MARI No. 429K/Pid/1995 tanggal 3 Mei 1995 : pencabutan keterangan terdakwa dalam BAP dengan alasan karena adanya penyiksaan baik psikis maupun phisik terhadap terdakwa dan para saksi tersebut, hal tersebut dapat diterima hakim sehingga keterangan dalam BAP tersebut tidak bernilai sebagai alat bukti. 

Akan tetapi berita acara pemeriksaan penyelidikan juga bisa mempunyai nilai pembuktian yang sah apabila telah diakui kebenarannya oleh terdakwa. Hal ini terlihat dalam praktek hukum sebagaimana Yurisprudensi No. 2677K/Pid/1993 tanggal 7 Februari 1996 yaitu : Karena terdakwa telah mengakui dan membenarkan keterangan saksi Fransiska Mei Iku yang dibacakan dari berita acara penyidikan walaupun tanpa didahului penyumpahan saksi ketika disidik, bahwa ia telah mencuri barang bukti cincin emas dan menggadaikan kepadanya, maka keterangan tersebut mempunyai nilai pembuktian yang sah. Sehingga terdakwa telah terbukti dengan sah dan meyakinkan yaitu mengambil barang milik orang lain secara melawan hukum dan untuk memilikinya barang yang diambil. 

F. Surat Penangguhan Penahanan
Menurut pasal 1 angka 21 KUHAP disebutkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serata menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana. 

Adapun syarat penahanan menurut pasal 21 KUHAP, yaitu :
1. Terhadap tersangka atau terdakwa harus dengan bukti yang cukup ada dugaan keras bahwa ia telah melakukan tindak pidana. 

2. Harus ada kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana dan 

3. Tersangka atau terdakwa harus melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : 
  • Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara selama lima tahun atau lebih 
  • Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351(1), 353 (1), 372, 378, 379 a, 453, 545, 455, 459, 480, 506 KUHAP, dst
Penahanan dilakukan terhadap tersangka dengan surat perintah penahanan yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang disangkalkan. Selanjutnya tembusan surat penahanan harus diberikan kepada keluarga yang akan ditahan. 

Selama tersangka berada dalam tahanan, maka tersangka atau keluarganya maupun penasehat hukumnya : 
  • Dapat mengajukan keberatan atas penahanan yang dilakukan 
  • Dapat mengajukan keberatan atas jenis penahanan yang dilakukan. 
Dalam pasal 22 KUHAP ditentukan jenis penahanan yaitu penahanan rumah tahanan negara (Rutan), penahanan rumah dan penahanan kota. Dalam hal ini tersangka, keluarga atau penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan atau permohonan agar terhadap tersangka dilakukan pengalihan jenis tahanan. 
  • Penyidik berwenang untuk mengalihkan jenis penahanan yang satu ke yang lain (pasal 23 ayat 1) 
  • Dengan kewenangan pasal 23 dan 123, penyidik dapat mengabulkan permintaan atau keberatan tersangka, keluarga atau penasehat hukumnya. 
Dalam terjadinya kesalahan yang dilakukan dalam penyidikan terhadap tersangka, maka terbuka peluang bagi tersangka atau keluarganya atau juga penasehat hukumnya untuk mengajukan yang dikenal dengan istilah praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 10 KUHAP, dan dipertegas dalam pasal 77 KUHAP yaitu : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : 
  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. 
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. 
  3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. 
Pihak yang dapat mengajukan permintaan pemeriksaaan praperadilan yaitu
  1. tersangka, keluarga atau kuasanya (pasal 79 KUHAP) 
  2. penuntut umum dan pihak ketiga yang berkepentingan (pasal 80 KUHAP) 
  3. penyidik atau pihak ketiga yang berkepentingan 
  4. oleh tersangka, ahli warisnya atau kuasanya (pasal 95 ayat 2 KUHAP) 
  5. oleh tersangka tau pihak ketiga yang berkepentingan (pasal 81 KUHAP) 
               - pengajuan dan tata cara pemeriksaan praperadilan :
               - permohonan ditujuakan kepada ketua pengadilan negeri
               - permohonan deregister dalam perkara praperadilan
               - ketua pengadilan negeri serta menunjuk hakim dan paniteranya
               - pemeriksaan dilakukan dengan hakim tunggal
               - tata cara pemeriksaaan praperadilan : 
  • penetapan hari sidang 3 hari sesudah deregister (pasal 82 ayat 1 huruf a KUHAP
  • pada hari penetapan sidang sekaligus hakim menyampaikan panggilan 
  • selambat-lambatnya 7 hari putusan sudah dijatuhkan (pasal 82 ayat 1 huruf c KUHAP
Isi putusan praperadilan (pasal 82 ayat 2 dan 3 KUHAP), antara lain : 
  1. Sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan 
  2. Sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan 
  3. Diterima atau ditolaknya permintaan ganti rugi kerugian dan rehabilitasi 
  4. Perintah pembebasan dari penahanan 
  5. Perintah melanjutkan penyidikan atau penuntutan 
  6. Besarnya ganti rugi 
  7. Berisi pernyataan pemulihan nama baik tersangka 
  8. Memerintahkan segera mengembalikan sitaan

Related Posts