Kumpulan Artikel | Seputar Informasi | Media Terkini | Tips dan Trik

Minggu, 10 Maret 2013

Upaya Hukum

| Minggu, 10 Maret 2013
Tingkat Banding (pasal 233-243 KUHAP)
Dasar hukum pengajuan banding diatur dalam pasal 67 KUHAP, yang berbunyi : “ Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum putusan pengadilan dalam acara cepat “

Upaya Hukum

Banding merupakan sarana penting untuk melakukan bantahan/sanggahan terhadap putusan pengadilan negeri yang dianggap tidak tepat karena :
  • Kelalaian dalam penerapan hukum acara
  • Kekeliruan melaksanakan hukum
  • Adanya kesalahan dalam pertimbangan hukum, hukum pembuktian dan amar putusan pengadilan pertama.
Banding dapat dikatakan suatu judicium novum (pemeriksaan baru) karena jika dipandang perlu Pengadilan Tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum tentang apa yang ingin diketahui oleh Pengadilan Tinggi. Tidak tertutup kemungkinan pada peradilan tingkat ulangan dimajukan saksi, keterangan ahli atau alasan-alasan baru (novum) yang ternyata belum diungkapkan dalam pemeriksaan tingkat pertama.

Yang menjadi sasaran (objek) pemeriksaan tingkat banding adalah berkas perkara yang diterima dari Pengadilan Tinggi, yang terdiri dari :
  1. Surat bukti yang merupakan lampiran dari berkas perkara
  2. Berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri
  3. Berita acara pemeriksaan dari penyidik
  4. Semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu termasuk putusan surat dakwaan, dan
  5. putusan pengadilan negeri
Tenggang waktu pengajuan banding ditentukan hanya 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan atau dalam hal terdakwa tidak hadir dihitung setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa. Dalam pasal 228 KUHAP dinyatakan “jangka atau tenggang waktu menurut undang-undang ini mulai diperhitungkan pada hari berikutnya

Hak pengajuan permintaan banding itu dianggap gugur apabila tidak memanfaatkan tenggang waktu 7 (tujuh) hari itu untuk mengajukan permintaan banding yang membawa konsekwensi hukum bahwa yang bersangkutan dianggap telah menerima putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.

Memori banding
Memori banding adalah risalah atau tulisan yang memuat suatu penjelasan. Pihak yang mengajukan banding memuat memori banding untuk menanggapi putusan pengadilan tingkat pertama dan mengajukan hal-hal yang dianggap ada fakta-faktanya atau unsur-unsur yang luput dari pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusannya atau terdakwa merasa hukuman (starafmat) yang dijatuhkan terlalu berat.

Dalam hal ini peranan memori banding yang didukung oleh data dan dikaitkan dengan abstrak hukum sangat menentukan untuk pertimbangan hakim banding dalam menjatuhkan putusan. Walaupun memori banding bukanlah suatu keharusan untuk diajukan oleh pihak yang mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri. Karena dalam tingkat banding, hakim wajib untuk membaca kembali seluruh berkas perkara yang dimohonkan banding tersebut.

Kontra memori banding
Kontra memori banding adalah suatu tulisan yang berupa tanggapan terhadap memori banding atau dengan kata lain kontra banding adalah bertujuan untuk meng-counter memori banding. Makna kontra memori banding untuk menanggapi alasan-alasan yang dimuat dalam momori banding. Dan kontra memori banding ini pada hakekatnya mendukung keputusan pengadilan negeri tingkat pertama.

Akibat dari pembandingan atas suatu putusan pengadilan negeri, akan mewujudkan pendirian yang dapat berupa :
a. Menguatkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini berarti semua hasil penilaian dan penghargaan pengadilan negeri yang bersangkutan adalah conform dengan pendirian pengadilan negeri.
b. Mengubah putusan pengadilan negeri yang bersangkutan.
Dalam hal ini, sebagian saja dari hasil penilaian pengadilan negeri yang bersangkutan yang conform dengan penilaian pengadilan tinggi, sedangkan lainnya memerlukan perubahan sesuai dengan pendirian pengadilan tinggi.
c. Muncul putusan baru.
Dalam hal ini pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan karena tidak didukung hasil penilaian dan penghargaan atas facti yang ada. Putusan baru ini dapat saja berupa yang tadinya putusan pemidanaan diubah menjadi putusan bukan pemidanaan.

Kasasi
Dalam bahasa Belanda “Cassatie” dalam bahasa Inggris “Cassation’ dan dalam bahasa Perancis “Caesei” yang artinya “pembatalan putusan pengadilan bawahan (yang telah dijatuhkan), oleh Mahkamah Agung dengan dasar :
  1. Transgression; melampaui batas wewenang
  2. Misjudge; salah mengetrapkan atau melanggar peraturan hukum yang berlaku
  3. Negligent; adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh suatu ketentuan undang-undang yang mengancam kelalaian itu dan membatalkan putusan itu sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, dalam permintaan pemeriksaan kasasi antara lain:
  • Terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas (pasal 244 KUHAP)
  • Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan :
  1. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterpakan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
  2. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
  3. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya (pasal 253 (1) KUHAP)
  • Berkas perkara yang dikirim ke Mahkamah Agung (melalui panitera) terdiri dari berita acara pemeriksaan dari penyidik, berita acara di sidang, semua surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara itu, beserta putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat terakhir (pasal 253 (2))
  • Jika dipandang perlu, Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat kepada mereka tentang apa yang ingin diketahui atau mahkamah agung dapat pula mendengar keterangan meeka dengan cara pemanggilan yang sama (pasal 253 (4))
  • Dalam hal Mahkamah Agung memeriksa pemohonan kasasi mengenai hukumnya, Mahkamah Agung dapat memutus, menolak atau mengabulkan permohonan kasasi (pasal 254)
  • Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena peraturan-peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan dengan semestinya, Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara itu (pasal 255 (1)).
  • Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi, mengenai bagian yang dibatalkan (pasal 255 (2)).
  • Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut, Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut (pasal 255 (3)).
Keberatan-keberatam kasasi hanya yang berkaitan dengan masalah penerapan hukum semata dan tidak bisa didasarkan kepada penilaian terhadap fakta kecuali bila penilaian terhadap fakta ada kekeliruan, dilihat dari segi penerapan hukum.
  • Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kasasi kepada panitera pengadilan yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan diberitahukan kepada terdakwa (pasal 245 (1) KUHAP)
  • Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi baik yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa maupun keduanya, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain (pasal 246 (1) KUHAP)
  • Apabila lewat empat belas hari tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan (pasal 246 (1) KUHAP)
  • Selama perkara belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi dapat dicabut dan permohonan kasasi dalam perkara ini tidak dapat diajukan lagi (pasal 247 (1) KUHAP)
  • Apabila perkara telah dimulai diperiksa akan tetapi belum diputus, sementara pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (pasal 247 (3) KUHAP)
  • Pemohon kasasi wajib mengajukan momori kasasi dan dalam waktu empat belas hari setelah menyatakan/menandatangani akte kasasi dimaksud harus sudah menyerahkan kepada kepaniteraan pengadilan negeri (pasal 248 (1) KUHAP)
  • Dalam hal pemohon kasasi adlah terdakwa yang kurang memahami hukum, panitera wajib menanyakan apakan alasan kasasi tersebut dan untuk itu panitera membuat memori kasasinya (pasal 248 (2) KUHAP)
  • Apabila dalam tenggang empat belas hari pemohon terlambat menyerahkan memori kasasi maka haknya gugur (pasal 248 (2) KUHAP)
  • Tembusan memori kasasi yang diajukan oleh salah satu pihak oleh panitera disampaikan kepada pihak lainnya dan pihak lain itu berhak mengajukan kontra memori kasasi (pasal 248 (6) KUHAP)
  • Dalam waktu empat belas hari panitera wajib menyampaikan memori kasasi kepada pihak yang mengajukan memori kasasi (pasal 248 (7) KUHAP)
  • Tambahan memori kasasi atau kontra memori kasasi masih dapat ditambahkan masing-masing pihak dalam waktu empat belas hari sesudah permohonan kasasi diajukan (pasal 249 (1) KUHAP)
Putusan kasasi oleh Mahkamah Agung terdapat tiga macam yaitu :
1. Menyatakan permohonan kasasi tidak dapat diterima. Dalam hal ini bila syarat formal tidak dipenuhi.

2. Permohonan kasasi ditolak
Dalam hal ini keberatan-keberatan yang diajukan oleh pemohon kasasi tidak dapat dibenarkan oleh karena judex factie tidak salah menerapkan hukum atau tidak lalai memenuhi acara sebagaimana diwajibkan undang-undang.

3. Permohonan kasasi dikabulkan.
Dalam hal ini apabila alasan-alasan yang diajukan pemohon kasasi dibenarkan oleh Mahkamah Agung.

Beberapa Yurisprudensi berkaitan dengan kasasi antara lain :
Yurisprudensi MARI No. 47 K/Kr/1971 tanggal 20 September 1972 : Keberatan yang diajukan penuntut umum bahwa ia tidak diberitahu tentang permohonan banding dari jaksa dan tidak diberitahu isi memori banding sehingga ia tidak dapat mengajukan kontra memori banding. Tidak dapat diterima, karena hal tersebut tidak menyebabkan batalnya putusan, lagi pula kontra memori banding tidak bersifat menentukan, karena dalam tingkat banding perkara diperiksa kembali dalam keseluruhannya .

Yurisprudensi MARI No. 104 K/Kr/1977 tanggal 16 Oktober 1977 : Keberatan penuntut kasasi bahwa memori banding jaksa tidak pernah dikemukakan kepadanya tidak dapat diterima, karena hal tersebut tidak menyebabkan batalnya putusan, lagi pula dengan tingkat banding perkara ditinjau secara menyeluruh.

Peninjauan Kembali / Heerzening
Dalam pasal 263 ayat 1 KUHAP disebutkan : “terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali pada Mahkamah Agung”.

Dalam pasal 264 ayat 3 KUHAP secara tegas menetapkan bahwa permintaan mengajukan peninjauan kembali adalah “tanpa batas waktu”. Dalam hal ini tidak ada batas tenggang waktu untuk mengajukan permintaan peninjauan kembali. Kapan saja boleh diajukan. Pengajuan Peninjauan Kembali yaitu :
  • Dapat diajukan terhdap putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekutan hukum tetap
  • Dapat diajukan terhadap putusan pengadilan tinggi yang telah memperoleh kekutan hukum tetap
  • Dapat diajukan terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah mempunyai kekutan hukum tetap
Alasan peninjauan kembali dapat berupa :
  1. Apabila terdapat keadaan baru sehingga menimbulkan persangkaan yang kuat bahwa apabila keadaan tersebut diketahui waktu masih sidang berlangsung, putusan yang dijatuhkan akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara ini diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
  2. Apabila dalam berbagai putusan terdapat saling pertentangan.
  3. Apabila terdapat kekhilafan yang nyata dalam putusan
Permohonan peninjauan kembali diajukan kepada panitera pengadilan negeri yagn memutus perkara itu dalam tingkat pertama. Dan untuk pertanggungjawaban yuridis, panitera pengadilan negeri yang meminta permohonan peninjauan kembali mencatat permintaan itu dalam sebuah akte keterangan yang lazim juga disebut akta permintaan peninjauan kembali. Akta atau surat keterangan tersebut ditandatangani oleh panitera dan pemohon kemudian akte tersebut dilampirkan dalam berkas perkara.

Sikap yang dapat diambil oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan pengajuan PK adalah antara lain :
  1. Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan pemohon maka mahkamah agung menolak PK dengan menetapkan putusan yang dimintakan PK tetap berlaku disertai dasar pertimbangan.
  2. Apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan pemohon maka Mahkamah Agung membatalkan putusan PK itu dan menjatuhkan putusan yang dapat berupa :
  • Putusan bebas
  • Putusan lepas dari segala tuntutan hukum
  • Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum 
  • Putusan dengan menetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan
Berkaitan dengan PK terdapat beberapa Yurisprudensi MARI antara lain :
Yurisprudensi MARI No. 11 PK/Pid/1993 tanggal 13 Desember 1994 yang menyatakan : Alasan peninjauan kembali berupa keterangan terdakwa Asun dalam suatu perkara pidana yang mengakui dalam sidang bahwa ia membunuh Pamor dalam perkara pidana lain, dimana terdakwanya adalah Lingah, Pangah dan Sumir yang telah dipidana dan berkekuatan tetap, maka pengakuan Asun tersebut haruslah ditindaklanjuti berupa Asun disidik, dituntut dan disidangkan sampai ada putusan hakim terhadap Asun. Bilamana tidak atau belum ditindaklanjuti maka keterangan atau pengakuan Asun tersebut bukan merupakan keadaan baru atau novum eks. Pasal 263 (2) a KUHAP.

Demikian juga berkaitan dengan alasan novum sebagaimana Yurisprudensi No. 14 K/Pid/1997 tanggal 14 November 1997 menegaskan : Putusan perkara perdata yang menyebutkan gugatan pemohon peninjauan kembali dapat diajukan sebagai novum dalam perkara peninjauan kembali pidana yang membatalkan putusan kasasi dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum

Related Posts